Refleksivitas: Cara tim hotel dapat mengubah stres menjadi layanan pelanggan yang unggul melalui teknologi pintar


Oleh J. N. Halm

Ini baru saja pukul 09.00 pagi hari Sabtu ketika kekacauan meletus di gerbang utama bank tersebut. Cabang yang bersangkutan terletak di tengah Kawasan Bisnis Pusat sehingga kadang-kadang terjadi keributan di depan gerbangnya.

Pada pagi yang khusus ini, sekelompok besar wanita pedagang telah tiba hampir bersamaan waktunya, tetapi petugas keamanan tidak mengizinkan mereka masuk karena ada “masalah” yang sedang diselesaikan di bank tersebut.

Staf resepsionis terlihat kewalahan saat berusaha menghadapi berbagai tuntutan sekaligus: pelanggan marah yang ingin segera masuk ke ruang perbankan, seorang perawat muda yang membutuhkan uang untuk pembelian mendesak, dan sebuah alarm yang terus berbunyi tanpa henti di latar belakang.

Yang paling mengejutkan saya bukanlah kekacauannya sendiri—hal semacam ini sesekali terjadi di industri perbankan—tetapi bagaimana tim meresponsnya. Alih-alih panik atau saling menyalahkan, saya melihat manajer cabang dengan cepat mengumpulkan timnya untuk melakukan rapat singkat.

Dalam beberapa menit, mereka telah menyusun sebuah rencana: minuman gratis untuk pelanggan yang mengalami keterlambatan, prioritas bagi pelanggan yang hanya ingin menyetor uang, dan strategi komunikasi yang jelas untuk situasi alarm. Lebih penting lagi, mereka terus saling berkoordinasi melalui perangkat ponsel mereka, berbagi informasi terkini dan menyesuaikan pendekatan secara real-time.

Dalam waktu satu jam, apa yang berpotensi menjadi bencana layanan pelanggan telah berubah menjadi demonstrasi layanan pelanggan yang proaktif. Beberapa pelanggan, termasuk saya, memberikan komentar betapa terkesannya kami dengan cara tim menangani situasi tersebut. Ini merupakan sebuah kelas master dalam mengubah tekanan menjadi kinerja, dan hal ini membuat saya berpikir tentang apa yang membuat beberapa tim bisnis mampu berkembang di bawah tekanan sementara tim lainnya justru runtuh.

Sebuah studi yang meneliti fenomena ini memberikan wawasan menarik mengenai dinamika kinerja tim di bawah tekanan dalam industri perhotelan. Penelitian yang menganalisis data dari 389 anggota 85 tim layanan di hotel-hotel Tiongkok tersebut mengungkapkan bagaimana stresor tugas, refleksivitas tim, dan alat media sosial saling berinteraksi mempengaruhi kinerja layanan pelanggan secara proaktif. Studi ini diberi judul ”

Stresor Tugas, Refleksivitas Tim, dan Kinerja Pelayanan Pelanggan Proaktif

” dan diterbitkan dalam edisi April 2023 dari

Jurnal Industri Jasa

.


Pedang Bermata Dua dari Stres

Stres di tempat kerja sering kali dianggap sebagai fenomena yang sepenuhnya negatif, sesuatu yang harus dihilangkan atau diminimalkan dengan segala cara. Namun, kenyataannya jauh lebih kompleks, terutama di industri jasa seperti perhotelan, di mana ketidakpastian adalah hal yang biasa daripada pengecualian.

Studi ini mengidentifikasi dua jenis stresor tugas tertentu yang umumnya memengaruhi tim layanan hotel:

Konflik Tugas

dan

Ambiguitas Tugas

.

Konflik Tugas

terjadi ketika anggota tim tidak setuju tentang cara mendekati pekerjaan mereka, prioritas yang harus ditetapkan, atau cara mengalokasikan sumber daya. Dalam lingkungan hotel, hal ini bisa muncul sebagai perselisihan antara staf resepsionis dan petugas kebersihan mengenai kesiapan kamar, atau antara tim restoran dan perencana acara mengenai jadwal penggunaan tempat.


Ambiguitas Tugas

, di sisi lain, mengacu pada situasi di mana anggota tim tidak jelas mengenai peran, tanggung jawab, atau prosedur yang harus mereka ikuti. Hal ini sangat umum terjadi di hotel di mana permintaan tamu bisa sangat bervariasi dan tidak dapat diprediksi. Seorang tamu mungkin meminta sesuatu yang tidak sesuai dengan prosedur operasional standar, sehingga membuat staf bingung dalam meresponsnya.

Kedua jenis stresor tersebut memiliki dampak negatif langsung terhadap kinerja pelayanan pelanggan secara proaktif. Ketika anggota tim bertengkar mengenai prioritas atau tidak yakin dengan peran mereka, mereka cenderung tidak mampu memprediksi kebutuhan pelanggan, mengambil inisiatif untuk menyelesaikan masalah, atau melampaui batas demi menciptakan pengalaman yang berkesan. Hal ini cukup masuk akal—sulit untuk fokus pada layanan yang luar biasa ketika Anda bahkan tidak yakin apa yang seharusnya Anda lakukan atau bagaimana melakukannya.


Kekuatan Refleksivitas Tim

Tetapi di sinilah cerita menjadi menarik. Studi yang disebutkan di atas mengungkapkan bahwa hubungan antara stresor tugas dan kinerja layanan yang buruk tidak bersifat langsung—hubungan tersebut dipengaruhi oleh sesuatu yang disebut refleksivitas tim. Bayangkan refleksivitas sebagai kemampuan tim untuk mundur sejenak, mengevaluasi situasi mereka, dan secara sadar menyesuaikan pendekatan berdasarkan apa yang mereka pelajari.

Tim yang refleksif tidak hanya bereaksi terhadap faktor stres; mereka merefleksikannya. Mereka mengajukan pertanyaan seperti: “Mengapa kita mengalami konflik ini?” “Apa yang dapat kita pelajari dari situasi ambigu ini?” “Bagaimana kita dapat menyesuaikan proses-proses kita untuk menghadapi tantangan serupa dengan lebih baik di masa depan?” Kapasitas reflektif ini bertindak sebagai penyangga antara stres dan kinerja, membantu tim mempertahankan kualitas pelayanan mereka bahkan ketika menghadapi kondisi yang sulit.

Dalam konteks hotel, refleksivitas mungkin mencakup debrief tim secara rutin setelah shift yang menantang, diskusi terbuka mengenai prioritas yang bertentangan, atau sesi pemecahan masalah secara kolaboratif ketika menghadapi permintaan tamu yang tidak biasa. Hal yang sama berlaku untuk perbankan dan industri lainnya. Tim yang melakukan jenis refleksi ini lebih siap untuk mengubah situasi stres menjadi peluang belajar daripada kegagalan layanan.


Solusi Media Sosial

Mungkin temuan yang paling menarik dari studi ini adalah peran media sosial dalam dinamika tersebut. Ketika kita memikirkan media sosial di tempat kerja, kita sering berkonsentrasi pada potensinya untuk menyebabkan gangguan atau kelakuan tidak profesional. Namun, penelitian ini menunjukkan bahwa ketika digunakan secara strategis, alat-alat media sosial justru dapat membantu tim mengatasi stres dan meningkatkan kinerja layanan mereka.

Kemampuan komunikasi dan kolaborasi yang disediakan platform-platform ini, seperti pesan instan, pembaruan secara waktu nyata, koordinasi kelompok, dan berbagi informasi secara cepat, semuanya sangat penting. Inilah yang para peneliti maksud sebagai

Kemampuan Media Sosial

. Di banyak industri, alat-alat ini dapat menjadi penentu perubahan bagi tim yang menghadapi tekanan tugas.

Pertimbangkan skenario yang saya saksikan di bank pagi itu. Kemampuan tim untuk dengan cepat berbagi informasi tentang situasi secara menit demi menit, mengkoordinasikan respons terhadap keluhan pelanggan, dan menyesuaikan pendekatan mereka secara real-time sebagian besar dipermudah oleh penggunaan alat komunikasi mobile. Alih-alih mengandalkan saluran komunikasi yang lebih lambat dan lebih formal, mereka bisa langsung memberi kabar satu sama lain mengenai perubahan situasi dan bekerja sama dalam mencari solusi. Media sosial mampu melakukan hal-hal yang memo dan rapat tatap muka butuhkan berhari-hari atau bahkan berminggu-minggu untuk mencapainya.

Penelitian ini menunjukkan bahwa fasilitas media sosial membantu mengurangi baik efek negatif langsung maupun tidak langsung dari stresor tugas. Fasilitas tersebut mengurangi konflik tugas dengan menyediakan platform untuk klarifikasi cepat dan pembangunan konsensus. Mereka mengatasi ambiguitas tugas dengan memungkinkan konsultasi cepat kepada atasan atau rekan kerja yang mungkin memiliki pengalaman terkait. Yang terpenting, fasilitas tersebut meningkatkan refleksivitas tim dengan memudahkan tim dalam berbagi pengamatan, mendiskusikan tantangan, dan secara kolektif mengembangkan pendekatan baru.


Keunggulan Layanan Proaktif

Tujuan utama dari seluruh pengelolaan stres dan koordinasi tim ini adalah kinerja pelayanan pelanggan yang proaktif—kemampuan untuk memprediksi kebutuhan tamu dan melampaui harapan sebelum masalah muncul. Inilah yang membedakan bisnis luar biasa dari bisnis yang hanya biasa-biasa saja.

Layanan proaktif tidak terjadi secara kebetulan. Hal ini membutuhkan tim yang tidak hanya mampu mengatasi tantangan segera tetapi juga dapat berpikir ke depan, mengidentifikasi masalah potensial, dan mengambil tindakan pencegahan. Tingkat keunggulan layanan seperti ini sangat sulit dicapai ketika tim sedang menghadapi konflik internal atau prosedur yang tidak jelas.

Penelitian ini menunjukkan bahwa tim dengan tingkat refleksivitas tinggi dan akses terhadap alat komunikasi yang efektif lebih mampu memberikan layanan proaktif, bahkan ketika menghadapi tekanan tugas yang signifikan. Mereka dapat dengan cepat beradaptasi terhadap perubahan situasi, belajar dari kondisi yang menantang, serta mengkoordinasikan upaya mereka untuk memprediksi dan memenuhi kebutuhan tamu.


Implikasi Praktis bagi Manajemen

Apa artinya ini bagi manajer yang ingin meningkatkan kinerja tim mereka? Temuan tersebut menyarankan beberapa strategi praktis.

Pertama, alih-alih berusaha menghilangkan semua sumber stres, manajer sebaiknya fokus pada penguatan kapasitas reflektif tim mereka. Hal ini bisa mencakup sesi pelatihan rutin tentang teknik pemecahan masalah, proses debriefing terstruktur setelah shift yang menantang, atau menciptakan ruang aman bagi anggota tim untuk membahas kesulitan dan berbagi wawasan.

Kedua, manajer harus mempertimbangkan bagaimana teknologi komunikasi dapat mendukung koordinasi dan refleksivitas tim mereka. Ini tidak berarti harus menerapkan sistem baru yang mahal—terkadang, alat sederhana seperti aplikasi pesan grup atau ruang kerja digital bersama dapat memberikan dampak yang signifikan. Sebuah grup WhatsApp sederhana bisa melakukan keajaiban dalam koordinasi aktivitas tim.

Akhirnya, para manajer harus menyadari bahwa stressor tugas tidak secara inheren negatif. Ketika dikelola dengan baik melalui refleksivitas dan didukung oleh alat komunikasi yang efektif, stressor-stressor ini justru dapat berkontribusi pada pembelajaran tim dan peningkatan kinerja seiring waktu.


Masa Depan Keunggulan Pelayanan

Seiring dengan terus berkembangnya dunia bisnis, kemampuan untuk mengelola stres dan mempertahankan standar pelayanan yang tinggi akan semakin penting. Bisnis yang mampu membantu timnya mengubah tekanan menjadi kinerja akan memiliki keunggulan kompetitif yang signifikan.

Penelitian ini menunjukkan bahwa kuncinya bukanlah menghilangkan stres, tetapi membangun kapasitas tim untuk merefleksikan, menyesuaikan diri, dan berkolaborasi secara efektif. Dengan menggabungkan refleksivitas manusia dengan kemampuan teknologi, bisnis dapat menciptakan tim layanan yang tidak hanya bertahan di bawah tekanan—tetapi justru berkembang.

Pagi itu di bank, saya secara langsung menyaksikan bagaimana tim yang siap dengan baik dapat mengubah situasi yang berpotensi bencana menjadi sebuah demonstrasi keunggulan layanan. Rahasianya bukanlah ketiadaan tekanan, tetapi adanya refleksivitas, komunikasi, dan komitmen bersama terhadap layanan proaktif. Dalam persaingan bisnis saat ini, kemampuan-kemampuan ini bisa jadi merupakan perbeda antara keberhasilan dan kegagalan.

Disediakan oleh SyndiGate Media Inc. (
Syndigate.info
).

Leave a Reply

Shopping cart

0
image/svg+xml

No products in the cart.

Continue Shopping